Akhir-akhir ini kasus perundungan pada remaja sering terjadi. Data United Nation International Children’s Emergency Fund (UNICEF) pada 2016, Indonesia menempati peringkat pertama soal kekerasan pada anak. Sedangkan data hasil survei Kementerian Sosial, menunjukkan 84% anak usia 12 – 17 tahun pernah menjadi korban perundungan. Belum lama ini kasus perundungan juga dialami oleh seorang remaja asal Pontianak. Hal tersebut tentu menjadi keprihatinan bagi kita khususnya orang tua.
Menurut Olweus (2005), perundungan atau bullying adalah sebuah tindakan atau perilaku agresif yang sengaja dilakukan oleh sekelompok orang atau seseorang secara berulang-ulang dan dari waktu ke waktu terhadap seorang korban yang tidak dapat mempertahankan dirinya dengan mudah atau sebagai sebuah penyalahgunaan kekuasaan/kekuatan secara sistematik.
Bullying dapat terjadi dalam bentuk verbal, fisik, maupun cyber bullying. Bullying verbal dilakukan melalui kata-kata dengan tujuan untuk menghina maupun mengancam orang lain, sehingga membuat korban merasa ketakutan. Bullying fisik dilakukan dengan menyerang fisik seseorang hingga menyakiti dan melukai tubuh korban. Sedangan cyber bullying (perundungan di dunia maya) dilakukan dengan menggunakan teknologi digital melalui media sosial. Saat ini cyber bullying merupakan bullying yang paling banyak terjadi di era digital.
Kasus perundungan dapat memberikan dampak bagi korban bullying, antara lain: merasa ketakutan untuk datang ke sekolah, menjadi pemurung dan tertutup, sulit bersosialisasi dengan orang lain, depresi, dan trauma yang berkepanjangan. Perundungan tersebut ada yang terdeteksi oleh orang tua dan ada yang tidak terdeteksi. Nah, di sinilah orang tua dan sekolah memegang peran penting untuk mencegah terjadinya kasus bullying. Apa saja yang dapat dilakukan?
Pertama, menciptakan komunikasi yang baik dalam keluarga. Luangkanlah waktu berkumpul bagi seluruh anggota keluarga. Menjadikan hubungan antara orangtua dan anak seperti hubungan antar sahabat, teman diskusi, dan tempat curhat terbaik bagi anak untuk mencari solusi dari permasalahan yang dialami.
Kedua, menumbuhkan rasa percaya diri pada anak. Hal itu dapat dilakukan dengan mengoptimalkan bakat dan kreativitas anak. Dengan menyadari kelebihan yang ada dalam diri anak, diharapkan mereka dapat lebih percaya diri dalam berkarya dan berinteraksi dengan orang lain.
Ketiga, menciptakan susana sekolah yang humanis dan ramah anak. Di sini diperlukan adanya penanaman karakter yang positif agar siswa dapat belajar untuk memanusiakan manusia. Hal ini sebagai upaya menjadikan sekolah sebagai tempat yang aman dan nyaman bagi siswa.
Pencegahan perundungan dapat dimulai dari keluarga. Namun demikian tetap diperlukan adanya kerja sama, pengawasan, dan kepedulian dari semua pihak, baik itu orang tua, sekolah, masyarakat, maupun pemerintah. Semoga ke depan tidak banyak lagi remaja yang mengalami perundungan, sehingga mereka dapat tumbuh menjadi remaja yang cerdas spiritual, sosial, dan intelektual.
Keterangan: Tulisan di atas pernah dimuat di Surat Khabar Kedaulatan Rakyat Yogyakarta pada tanggal 29 April 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar