Minggu, 26 April 2020

Hoaks, Parasit Demokrasi


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ‘hoaks’ adalah ‘berita bohong atau tidak bersumber’. Dikutip dari sebuah jurnal, Survey Mastel (2017) mengungkapkan bahwa dari 1.146 responden, 44,3% diantaranya menerima berita hoax setiap hari dan 17,2% menerima lebih dari satu kali dalam sehari.
Fenomena hoaks ini dipandang menimbulkan beragam masalah terutama saat Indonesia sedang berdemokrasi dalam pemilihan umum. Maraknya hoaks ini terlebih karena adanya tujuan untuk membangun citra negatif kubu yang menjadi lawannya dan citra positif kubu yang dibela.
Dampak hoaks tentu sangat meluas, bahkan dapat mengancam kehidupan antar kelompok sosial di Indonesia. Besar peluang tindakan kejahatan terjadi antar kelompok sosial hingga mengarah pada tindakan agresi. 
    Kehadiran hoaks dalam budaya kita tak mudah dihindari begitu saja. Namun, berbagai antisipasi untuk mengeliminasi dampak negatif dari hoaks menjadi poin penting untuk menyelamatkan bangsa ini.

Penyelesaian konflik antarkelompok berdasarkan Realistic Conflict Theory, adalah bagaimana mengubah konflik, pertikaian, atau perselisihan menjadi sebuah bentuk kerjasama.

Menurut Sherif, konflik antar kelompok itu akan berubah menjadi kerjasama antarkelompok apabila kepada mereka memiliki kesamaan tujuan secara meyakinkan. Sementara itu, menurut teori identitas sosial, kesamaan tujuan tidak cukup dan membutuhkan kesamaan ciri/identitas agar tiap kelompok merasa saling memiliki sehingga dapat mencapai tujuan. 

Hoaks berdampak besar karena memunculkan konfik-konfik yang mengancam persatuan dan keutuhan bangsa kita. Dengan mengetahui maraknya hoaks di Indonesia, kita sebagai warga negara indonesia perlu bijak dalam menyikapinya. Kesadaran tentang bahaya hoaks sebagai parasit bagi demokrasi menjadi poin penting agar kita lebih selektif dalam menerima informasi.
Keterangan: Tulisan di atas pernah dimuat di Harian KR Yogyakarta tahun 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar