Sabtu, 11 April 2020

Filosofi Wayang yang Adiluhung



Wayang memiliki filosofi mulia yaitu kebenaran akan selalu menang melawan kejahatan. Pewayangan merupakan gambaran kehidupan manusia di mana selalu ada sifat baik dan buruk yang melekat pada kehidupan.

Dalam rangka mengenalkan lebih dalam filosofi wayang yang adiluhung ini kepada siswa, pada Kamis, 23 Februari 2017 SDIT Baitussalam 2 Cangkringan berkunjung ke Museum Wayang Kekayon Yogyakarta.

Di Museum Wayang tersebut para siswa mendapat wawasan mengenai seluk beluk wayang dari Mbah Mul, pengelola dan sejarawan Museum Wayang Kekayon. Ada bermacam-macam wayang yaitu wayang kulit atau wayang purwa, wayang golek, wayang klithik, wayang beber dan wayang orang.

Pada masa Kerajaan Demak, wayang mulai mendapat pengaruh Islam yang digunakan para sunan untuk media penyebaran Islam kepada masyarakat karena umumnya masyarakat senang melihat pagelaran wayang.

Di antara pengaruh Islam terhadap wayang ialah penggambaran pandhawa yang terdiri dari 5 tokoh sebagai rukun Islam. Puntadhewa yang memiliki karakter ikhlas lahir batin menggambarkan rukun Islam yang pertama yaitu syahadat.

Bima yang gagah perkasa menjadi tiang negara menggambarkan sholat wajib yang menjadi tiang agama. Satu hal yang unik pada tokoh Bima bahwa ia menggunakan Bahasa Jawa Ngoko (Jawa kasar) untuk berkomunikasi kepada siapapun menggambarkan bahwa sholat hanya mengenal satu bahasa yaitu bahasa Arab.

Arjuna merupakan sosok yang tampan, sabar serta berbudi luhur. Hal ini penggambaran puasa Ramadhan yang menuntut kebersihan jiwa, sabar dan suka bersedekah. zakat dan haji digambarkan secara berturut-turut dengan tokoh Nakula dan Sadewa. Dalam pagelaran wayang, kedua tokoh ini jarang dimainkan dhalang, hal ini menggambarkan zakat dan haji merupakan rukun yang hanya ditunaikan bagi yang mampu.

Setelah menyimak penjelasan dari Mbah Mul, semua siswa berkeliling melihat koleksi wayang. Museum yang didirikan oleh Prof. Dr. dr. KPH Suyono Prawiro Hadikusumo pada tahun 1991 tersebut memiliki koleksi wayang kurang lebih 5.464 buah. Koleksi sebanyak itu dikumpulkan oleh pendiri selama 35 tahun.

Keterangan:
tulisan ini pernah dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat Yogyakarta pada tahun 2017.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar